Petir dan Penangkal Petir

Petir atau halilintar adalah gejala alam yang biasanya muncul pada musim hujan, yaitu di langit muncul kilatan cahaya sesaat yang menyilaukan (biasanya disebut kilat) yang beberapa saat kemudian disusul dengan suara menggelegar (sering disebut guruh). Perbedaan waktu kemunculan keduanya disebabkan adanya perbedaan antara kecepatan suara dan kecepatan cahaya.

Proses Terjadi #

Petir terjadi akibat perpindahan muatan negatif (elektron) menuju muatan positif (proton). Para ilmuwan menduga lompatan bunga api listriknya terjadi dalam beberapa tahapan. Pertama adalah pemampatan muatan listrik pada awan bersangkutan. Umumnya, yang menumpuk di awan bagian paling atas adalah muatan negatif, di bagian tengah adalah muatan positif, dan di bagian dasar adalah muatan negatif yang berbaur dengan muatan positif (pada bagian inilah petir biasa berlontaran). Petir biasanya terjadi antara:

Terdapat 2 teori yang mendasari proses terjadinya petir, yaitu:

1. Proses Ionisasi #

Petir terjadi karena terkumpulnya ion bebas bermuatan negatif dan positif di awan. Ion listrik dihasilkan oleh gesekan antar awan. Ionisasi ini disebabkan oleh perubahan bentuk air mulai dari cair menjadi gas atau sebaliknya, bahkan padat (es) menjadi cair.

Ion bebas menempati permukaan awan dan bergerak mengikuti angin yang berhembus, bila awan-awan terkumpul di suatu tempat maka awan bermuatan akan memiliki beda potensial yang cukup untuk menyambar permukaan bumi, maka inilah yang disebut petir.

2. Gesekan antar Awan #

Pada awalnya awan bergerak mengikuti arah angin. Selama proses bergeraknya, maka mereka (awan) saling bergesekan satu dengan yang lainya. Dari proses ini terlahir elektron-elektron bebas yang memenuhi permukaan awan. Proses ini bisa digambarkan secara sederhana pada sebuah penggaris plastik yang digosokkan pada rambut, maka penggaris ini akan mampu menarik potongan kertas.

Pada suatu saat awan ini akan terkumpul di sebuah kawasan, saat inilah petir dimungkinkan terjadi karena elektron-elektron bebas ini saling menguatkan satu dengan lainnya. Sehingga memiliki cukup beda potensial untuk menyambar permukaan bumi.

Efek Sambaran #

1. Efek Listrik #

Ketika arus petir melalui kabel penyalur (konduktor) menuju resistansi elektroda bumi (instalasi penangkal petir), maka akan menimbulkan tegangan jatuh resistif yang dapat dengan segera menaikan tegangan sistem proteksi ke suatu nilai yang tinggi dibanding dengan tegangan bumi. Arus petir ini juga menimbulkan gradien tegangan yang tinggi di sekitar elektroda bumi, yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup. Dengan cara yang sama, induktansi sistem proteksi harus pula diperhatikan karena kecuraman muka gelombang pulsa petir. Dengan demikian, tegangan jatuh pada sistem proteksi petir adalah jumlah aritmatik komponen tegangan resistif dan induktif.

2. Efek Tegangan Tembus-Samping #

Titik sambaran petir pada sistem proteksi petir bisa memiliki tegangan yang lebih tinggi terhadap unsur logam di dekatnya. Maka dari itu, akan dapat menimbulkan resiko tegangan tembus dari sistem proteksi petir yang telah terpasang menuju struktur logam lain. Jika tegangan tembus ini terjadi maka sebagian arus petir akan merambat melalui bagian internal struktur logam seperti pipa besi dan kawat. Tegangan tembus ini dapat menyebabkan resiko yang sangat berbahaya bagi isi dan kerangka struktur bangunan yang akan dilindungi.

3. Efek Termal #

Dalam kaitannya dengan sistem proteksi petir, efek termal pelepasan muatan petir adalah terbatas pada kenaikan temperatur konduktor yang dilalui arus petir. Walaupun arusnya besar, waktunya adalah sangat singkat dan pengaruhnya pada sistem proteksi petir biasanya diabaikan. Pada umumnya luas penampang konduktor instalasi penangkal petir dipilih terutama untuk memenuhi persyaratan kualitas mekanis, yang berarti sudah cukup besar untuk membatasi kenaikan temperatur 1 derajat celcius.

4. Efek Mekanis #

Apabila arus petir melalui kabel penyalur paralel (konduktor) yang berdekatan atau pada konduktor dengan tekukan yang tajam, maka akan menimbulkan gaya mekanis yang cukup besar. Maka dari itu, diperlukan ikatan mekanis yang cukup kuat. Efek mekanis lain ditimbulkan oleh sambaran petir yang disebabkan oleh kenaikan temperatur udara yang tiba-tiba mencapai 30.000K dan menyebabkan ledakkan pemuaian udara di sekitar jalur gerak muatan. Hal ini dikarenakan: jika konduktivitas logam diganti dengan konduktivitas busur api listrik, energi yang timbul akan meningkat sekitar ratusan kali dan energi ini dapat menimbulkan kerusakan pada struktur bangunan yang dilindungi.

5. Efek Kebakaran karena Sambaran Langsung #

Ada dua penyebab utama kebakaran bahan yang mudah terbakar karena sambaran petir.

6. Efek Muatan-Terjebak #

Muatan statis ini diinduksikan oleh badai awan sebagai kebalikan dari proses pemuatan lain. Jika proses netralisasi muatan berakhir dan jalur sambaran sudah netral kembali, maka muatan-terjebak akan tertinggal pada benda yang terisolir dari kontak langsung secara listrik dengan bumi dan pada bahan bukan konduktor (seperti bahan yang mudah terbakar). Bahan bukan konduktor tidak dapat memindahkan muatan dalam waktu singkat ketika terdapat jalur sambaran.

Bahaya Akibat Sambaran #

Ada 2 jenis kerusakan yang disebabkan sambaran petir, yaitu :

1. Sambaran Langsung Melalui Bangunan #

Sambaran petir yang langsung mengenai struktur bangunan rumah, kantor, dan gedung tentu sangat membahayakan bangunan tersebut beserta seluruh isinya karena dapat menimbulkan kebakaran, kerusakan perangkat elektrik/elektronik, atau bahkan korban jiwa. Maka dari itu, setiap bangunan diwajibkan memasang instalasi penangkal petir. Cara penanganannya adalah dengan cara memasang terminal penerima sambaran petir serta instalasi pendukung lainnya yang sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Terlebih lagi jika sambaran petir langsung mengenai manusia, maka dapat berakibat luka atau cacat, bahkan dapat menimbulkan kematian. Banyak sekali peristiwa sambaran petir langsung yang mengenai manusia dan biasanya terjadi di area terbuka.

2. Sambaran Melalui Jaringan Listrik #

Bahaya sambaran ini sering terjadi, petir menyambar dan mengenai sesuatu di luar area bangunan tetapi berdampak pada jaringan listrik di dalam bangunan tersebut. Hal tersebut terjadi karena sistem jaringan distribusi listrik/PLN memakai kabel udara terbuka dan letaknya sangat tinggi. Bilamana ada petir yang menyambar pada kabel terbuka ini, maka arus petir akan tersalurkan ke pemakai langsung. Cara penanganannya adalah dengan  memasang perangkat arrester sebagai pengaman tegangan lebih (over voltage). Instalasi surge arrester listrik yang dipasang harus dilengkapi dengan grounding system.

3. Sambaran Melalui Jaringan Telekomunikasi #

Bahaya sambaran petir jenis ini hampir serupa dengan yang ke-2, tetapi berdampak pada perangkat telekomunikasi, misalnya telepon dan PABX. Penanganannya dengan cara pemasangan arrester khusus untuk jaringan PABX yang dihubungkan dengan grounding. Bila bangunan yang akan dilindungi mempunyai jaringan internet yang koneksinya melalui jaringan telepon maka alat ini juga dapat melindungi jaringan internet tersebut.

Pengamanan terhadap suatu bangunan atau objek dari sambaran petir pada prinsipnya adalah sebagai penyedia sarana untuk menghantarkan arus petir yang mengarah ke bangunan yang akan kita lindungi tanpa melalui struktur bangunan yang bukan merupakan bagian dari sistem proteksi petir atau instalasi penangkal petir, tentunya harus sesuai dengan standar pemasangan instalasinya.

Penangkal Petir #

Penangkal petir bertujuan untuk melindungi suatu wilayah dari sambaran petir. Cara kerja penangkal petir adalah menyalurkan/menghantarkan energi listrik dari petir untuk dinetralkan di bumi. Petir menyambar melalui media udara, merambat lewat media yang dipenuhi partikel elektron. Ada 4 bagian utama penyusun instalasi penangkal petir, yaitu:

1. Terminal Penangkal / Unit Terminal Udara (Air Terminal Unit) #

Terminal penangkal merupakan penghantar-penghantar di atas bangunan, berupa elektroda logam yang dipasang tegak dan mendatar.

2. Penghantar (Conductor) #

Terdapat beberapa bagian yang termasuk ke dalam penghantar, yaitu:

  1. Penghantar penyalur utama: penghantar dari logam dengan luas penampang serta bahan tertentu yang berfungsi untuk menyalurkan arus ke tanah.
  2. Penghantar pembantu: semua penghantar lainnya yang dimanfaatkan sebagai pembantu penyalur arus, misalnya pipa air hujan dari logam, konstruksi logam dari bagian bangunan.
  3. Penghantar hubung: penghantar dari logam yang menghubungkan masing-masing penangkap atau dengan bagian-bagian logam di dalam atau di dalam bangunan.
  4. Terminal hubung: suatu dudukan dari logam yang berfungsi sebagai titik hubung bersama dari beberapa penghantar penyalur dan benda logam lain yang akan dibumikan.
  5. Sambungan ukur: sambungan listrik antara penghantar penyalur dengan grounding system, yaitu dengan cara penyambungan yang dapat dilepas ketika pengukuran besar tahanan penghantar dan tahanan grounding system.

3. Sistem Pembumian (Grounding System) #

Sistem pembumian (grounding system): suatu perangkat instalasi yang berfungsi untuk melepaskan arus ke dalam bumi, salah satu kegunaannya untuk melepas muatan arus. Grounding system dapat berupa elektroda pita, batang, atau plat.

Jenis Penangkal #

Beberapa jenis penangkal yang pernah dikembangkan adalah sebagai berikut.

1. Penangkal Franklin/Faraday/Pasif/Kovensional #

Penangkal Franklin

Gambar 1. Penangkal Franklin

Penangkal Faraday

Gambar 2. Penangkal Faraday

Kedua ilmuan di atas, Faraday dan Franklin, menengahkan sistem yang hampir sama, yakni sistem penyalur arus listrik dengan menghubungkan antara bagian atas bangunan dengan grounding. Sistem perlindungan yang dihasilkan ujung penerima (splitzer) adalah sama, yaitu pada rentang 30-45 derajat. Sedangkan perbedaannya adalah sistem yang dikembangkan oleh Faraday, yaitu kabel penghantar terletak pada sisi luar bangunan dengan pertimbangan bahwa kabel penghantar juga berfungsi sebagai penerima sambaran, dan bentuknya berupa sangkar elektrik atau biasa disebut sangkar Faraday. Biasanya penangkal ini digunakan pada bangunan dengan area yang tidak begitu luas/sempit (misalnya rumah tinggal).

2. Penangkal Radioaktif #

Batang Finial Sistem Penangkal Radioaktif

Gambar 3. Batang Finial Sistem Penangkal Radioaktif

Penelitian terus berkembang dan dihasilkan kesimpulan bahwa petir terjadi karena ada muatan listrik di awan yang dihasilkan oleh proses ionisasi. Maka dari itu, penggagalan proses ionisasi dilakukan dengan cara memakai zat beradiasi, misalnya Radium 226 (226Ra) dan Ameresium 241 (241Am). Hal tersebut karena 2 bahan ini mampu menghamburkan ion radiasinya yang bisa menetralkan muatan listrik awan. Manfaat lainnya adalah hamburan ion radiasi akan menambah muatan pada ujung penerima sambaran (splitzer) dan bilamana awan yang bermuatan besar tidak mampu dinetralkan oleh zat radiasi kemudian menyambar, maka akan condong mengenai unit radiasi ini. Keberadaan penangkal petir jenis ini sudah dilarang pemakaiannya. Hal tersebut berdasarkan kesepakatan internasional dengan pertimbangan mengurangi pemakaian zat beradiasi di masyarakat yang disinyalir mempunyai efek negatif pada lingkungan hidup dan kesehatan.

3. Penangkal Elektrostatis/Aktif/Modern #

Prinsip kerja penangkal elektrostatis mengadopsi sebagian sistem penangkal radioaktif, yakni menambah muatan pada ujung penerima sambaran (splitzer) agar petir selalu memilih ujung ini untuk disambar. Perbedaan sisten radioaktif dan elektrostatis ada pada energi yang dipakai. Pada penangkal radioaktif, muatan listrik dihasilkan dari proses hamburan zat beradiasi, sedangkan pada penangkal elektrostatis, energi listrik dihasilkan dari listrik awan yang menginduksi permukaan bumi. Biasanya penangkal ini digunakan pada bangunan yang mempunyai area yang cukup luas, misalnya gedung pada kawasan industri, daerah perkebunan, dan lapangan golf.

Prinsip Kerja Penangkal #

Jika kita memperhatikan bahaya yang diakibatkan oleh sambaran petir, maka sistem perlindungan petir harus mampu melindungi struktur bangunan/fisik ataupun peralatan dari sambaran langsung dengan dipasangnya penangkal eksternal (external protection) dan sambaran tidak langsung dengan dipasangnya penangkal internal (internal protection) atau sering disebut surge arrester serta pembuatan grounding system yang memadai sesuai standar yang telah ditentukan. Sampai saat ini belum ada alat atau sistem proteksi petir yang dapat melindungi 100% dari bahaya sambaran. Namun begitu, usaha perlindungan mutlak dan wajib diperlukan.

Selama lebih dari 60 tahun pengembangan dan penelitian (di laboratorium dan lapangan) terus dilakukan, berdasarkan usaha tersebut suatu rancangan sistem proteksi petir secara terpadu telah dikembangan oleh Flash Vectron Lightning Protection, yaitu "SEVEN POINT PLAN". Tujuan dari "SEVEN POINT PLAN" adalah menyiapkan sebuah perlindungan efektif dan dapat diandalkan terhadap serangan petir, "Seven Point Plan" tersebut meliputi:

1. Menangkap #

Dengan cara menyediakan sistem penerimaan (air terminal unit) yang dapat menyambut sambaran arus dengan cepat. Dalam hal ini mampu lebih cepat dari sekelilingnya dan memproteksi secara tepat dengan memperhitungkan besaran petir.

2. Menyalurkan Arus #

Sambaran yang telah mengenai terminal penangkal (sebagai alat penerima sambaran) akan membawa arus yang sangat tinggi, maka dari itu harus dengan cepat disalurkan ke bumi (grounding) melalui kabel penyalur sesuai standar sehingga tidak terjadi loncatan listrik yang dapat membahayakan struktur bangunan atau membahayakan perangkat yang ada di dalam sebuah bangunan.

3. Menampung #

Dengan cara membuat grounding system dengan resistansi atau tahanan tanah kurang dari 5 ohm. Hal ini agar arus dapat sepenuhnya diserap oleh tanah tanpa terjadinya step potential. Bahkan di lapangan saat ini, umumnya resistansi atau tahanan tanah untuk instalasi penangkal harus di bawah 3 ohm.

4. Proteksi Grounding System #

Selain memperhatikan resistansi atau tahanan tanah, material yang digunakan untuk pembuatan grounding juga harus diperhatikan, yaitu tidak mudah korosi atau karat, terlebih lagi jika di daerah dekat dengan laut. Untuk menghindari terjadinya loncatan arus yang ditimbulkan adanya beda potensial tegangan, maka setiap titik grounding harus dilindungi dengan cara integrasi atau bonding system.

5. Proteksi Jalur Daya Listrik (Power Electric) #

Proteksi terhadap jalur daya listrik (power electric) mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya induksi yang dapat merusak peralatan listrik dan elektronik.

6. Proteksi Jalur PABX #

Melindungi seluruh jaringan telepon dan sinyal (signal) termasuk pesawat faksimile dan jaringan data.

7. Proteksi Jalur Elektronik #

Melindungi seluruh perangkat elektronik seperti CCTV, mesin, dll. dengan memasang surge arrester elektronik.

Kebutuhan Bangunan terhadap Penangkal #

Suatu instalasi penangkal harus dapat melindungi semua bagian dari struktur bangunan dan arealnya termasuk manusia serta peralatan yang ada di dalamnya terhadap ancaman bahaya dan kerusakan akibat sambaran. Berikut ini akan dibahas mengenai cara menentukan besarnya kebutuhan bangunan akan proteksi petir menggunakan beberapa standar, yaitu berdasarkan Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP), Nasional Fire Protection Association (NFPA) 780, International Electrotechnical Commision (IEC) 1024-1-1.

1. Kebutuhan Bangunan terhadap Instalasi Penangkal agar Terhindar dari Ancaman Bahaya berdasarkan Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP) #

Jenis bangunan yang perlu diberi penangkal dikelompokan menjadi:

  1. Bangunan tinggi, seperti gedung bertingkat, menara, dan cerobong pabrik.
  2. Bangunan penyimpanan bahan mudah meledak atau terbakar, misalnya pabrik amunisi, gudang bahan kimia.
  3. Bangunan untuk kepentingan umum, seperti gedung sekolah, stasiun, bandara, dan sebagainya.
  4. Bangunan yang mempunyai fungsi khusus dan nilai estetika, misalnya museum, gedung arsip negara.

Besarnya kebutuhan suatu bangunan akan suatu instalasi proteksi petir ditentukan oleh besarnya kemungkinan kerusakan serta bahaya yang terjadi jika bangunan tersebut tersambar petir. Berdasarkan Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP), besarnya kebutuhan tersebut mengacu kepada penjumlahan indeks-indeks tertentu yang mewakili keadaan bangunan di suatu lokasi dan dituliskan sebagai berikut.

R = A+B+C+D+E ... (1)

Berdasarkan persamaan di atas, dapat dilihat bahwa semakin besar nilai indeks, maka semakin besar pula resiko (R) yang ditanggung suatu bangunan. Maka dari itu, semakin besar pula kebutuhan bangunan tersebut akan sistem proteksi petir. Nilai indeks pada persamaan (1) dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Indeks A: Bahaya Berdasarkan Jenis Bangunan

Indeks A - Bahaya Berdasarkan Jenis Bangunan

Tabel 2. Indeks B: Bahaya berdasarkan Kontruksi Bangunan

Indeks B - Bahaya berdasarkan Kontruksi Bangunan

Tabel 3. Indeks C: Bahaya berdasarkan Tinggi Bangunan

Indeks C - Bahaya berdasarkan Tinggi Bangunan

Tabel 4. Indeks D: Bahaya berdasarkan Situasi Bangunan

Indeks D - Bahaya berdasarkan Situasi Bangunan

Tabel 5. Indeks E: Bahaya berdasarkan Hari Guruh

Indeks E - Bahaya berdasarkan Hari Guruh

Tabel 6. Indeks R: Perkiraan Bahaya Sambaran Petir berdasarkan PUIPP

Indeks R - Perkiraan Bahaya Sambaran Petir berdasarkan PUIPP

Daftar Pustaka #

  1. antipetir.asia, diakses pada 1 Juli 2014.
  2. Emmy Hosea, Edy Iskanto, Harnyatris M. Luden. Penerapan Metode Jala, Sudut Proteksi dan Bola Bergulir Pada Sistem Proteksi Petir Eksternal yang Diaplikasikan pada Gedung W Universitas Kristen Petra. Surabaya: Universitas Kristen Petra, 2004.
  3. ainonano.wordpress.com, diakses pada 1 Juli 2014.
  4. ahlipenangkalpetir.blogspot.com, diakses 6 Juli 2014.
  5. www.instalasijaringan.com, diakses pada 6 Juli 2014.
  6. www.solusipetir.com, diakses pada 1 Juli 2014.
  7. jofania.wordpress.com, diakses pada 6 Juli 2014.
  8. antipetir.asia, diakses pada 1 Juli 2014.
  9. yuzthiecha.wordpress.co, diakses pada 1 Juli 2014.

Since you've made it this far, sharing this article on your favorite social media network would be highly appreciated 💖! For feedback, please ping me on Twitter.

Published