Sebenernya fakta itu apa sih? Fakta itu materi bukan? Gak tau ya. Mengapa pula fakta disamakan dengan materi? Coba materi kita lupakan dulu, fokuskan pada fakta. Jadi, fakta itu apa? Masih gak tau juga. Jadi, bagaimana kita bisa tau apa itu fakta? Dari sebuah seminar yang aku ikuti, sesuatu dinamai dengan sesuatu itu setelah dihadirkan sesuatu yang lain pada sesuatu itu, yang mana sesuatu yang lain berarti bukan sesuatu tersebut. Sehingga dengan kehadiran sesuatu yang lain tadi sesuatu dapat terbedakan dengan sesuatu yang lain.
Menurut an-Nabhani, berpikir itu memerlukan fakta. Sedangkan fakta dalam berpikir digunakan untuk diserap oleh alat indera. Dari pandangan ini, fakta diartikan sebagai apa-apa yang dapat diserap oleh alat indera. Jadi kita telah mendapatkan sesuatu yang lain berupa berpikir dan penyerapan oleh alat indera sehingga dengannya fakta bisa dibedakan dengan sesuatu yang lain tadi.
Pertanyaannya, apakah dapat diterima bahwa fakta dibatasi hanya dengan apa-apa yang dapat diserap oleh alat indera? Artinya, apa-apa selain yang tidak terserap oleh alat indera bukan fakta? Kita akan menggugat hal itu. Pertanyaannya, atas dasar apa keberadaan fakta bergantung pada alat indera kita? Apakah alat indera kita yang menentukan keberadaan fakta? Tidak, yang menentukan fakta itu berada bukanlah alat indera, melainkan sesuatu yang lain. Alat indera hanyalah berfungsi untuk menyerap fakta, bukan menentukan keberadaannya. Jadi, di manakah yang salah? Yang salah tidak lain ialah cara kita menarik kesimpulan dari pandangan an-Nabhani tersebut. Bukan pandangan beliau yang kita salahkan, melainkan cara kita menarik kesimpulan dari pandangan beliau. Bahwa, keharusan dapat diindera yang dikenakan atas fakta sehingga proses berpikir dapat berlangsung tidak berarti fakta itu ialah apa-apa yang dapat diserap. Sebab, proses berpikir yang membatasi hanya pada fakta yang terserap tidak berarti semua fakta dapat diserap. Kenyataan akan adanya fakta yang tidak dapat terserap menegaskan dasar argumentasi ini. Kita akan membuktikan hal itu dengan adanya satu orang yang bisa memikirkan sebuah fakta, namun orang lain tidak dapat memikirkannya. Padahal faktanya sama. Itu terjadi karena yang bisa memikirkan mampu menjangkau fakta sedangkan yang tidak bisa tidak bisa menjangkau fakta.
Uraian di atas menegaskan bahwa fakta tidak bergantung pada alat indera manusia. Keberadaan fakta tidak bergantung pada alat indera, akan tetapi terkait erat dengan ruang dan waktu. Fakta yang dinamis, berimplikasi terhadap perubahaan koordinat (ds,dt). Yaitu perubahan ruang dan waktu. Contohnya, pada jam12:00 terdapat fakta berupa air minum di dalam botol. Sedangkan pada pukul 13:00 seluruh (mendekati seluruh) air minum dipindahkan ke lima gelas sehingga botol tadi kosong. Kita tidak akan menyebut lagi bahwa terdapat fakta berupa air minum di dalam botol setelah kosong. Jadi, ada perubahan ruang yang dialami oleh air minum, di mana air minum tidak lagi menempati botol melainkan menempati lima gelas. Air juga mengalami perubahan waktu, yang keadaan air saat jam12:00 tidak sama dengan jam13:00. Demikian juga dengan contoh-contoh lainnya. Selama air minum tadi masih terikat dengan ruang dan waktu, selama itu pula disebut dengan fakta. Jadi, fakta bukanlah apa-apa yang dapat diserap. Fakta ialah apa-apa yang terikat dengan ruang dan waktu.
Dikutip dari:
tommyajinugroho.blogspot.com, diakses 13 Februari 2013.
Since you've made it this far, sharing this article on your favorite social media network would be highly appreciated 💖! For feedback, please ping me on Twitter.
Published